Surat Terakhir untuk Mama
Karya: Citra Eka Mutia
Brukk..
terdengar suara seseorang terjatuh ke
lantai.
“Risa... Risa...
kamu kenapa?”. Terdengar suara ricuh di dalam kelas.
Ternyata Risa, seorang
siswi kelas X SMA HARAPAN BANGSA di sebuah kota di pulau Sumatera pingsan dan
terjatuh dari bangkunya.
“Santi, Nisa, ayo
bantu ibu membawa Risa ke UKS.” Pinta ibu guru kepada siswi lainnya.
Dengan segera ibu
guru dan teman Risa membawa Risa ke ruang UKS. Risa dibaringkan di tempat tidur
di ruang UKS. Tak berapa lama Risa pun siuman dari pingsannya, dengan segera
petugas UKS yang tak lain siswa/siswi sekolah tersebut langsung memberi Risa
minum dan obat.
“Risa, bagaimana
keadaan kamu sekarang?” tanya ibu guru.
“Sudah baikan
bu.” Jawabnya dengan wajah pucat.
“Kamu sakit apa
Risa? Kalau kamu sakit parah lebih baik kamu pulang, biar ibu nanti telepon
mama kamu agar mama kamu menjemput kamu.”
“Ja.. jangan bu.”
“Kenapa Risa?”
tanya ibu guru dengan heran.
“Tidak apa-apa
bu, saya hanya kelelahan saja. Saya tidak mau mencemaskan mama saya bu.”
“Oo... ya sudah
kalau kamu baik-baik saja. Kamu istirahat saja dulu di sini, ibu mau kembali ke
kelas dulu.”
“Baik bu, terima
kasih ya bu.”
Ibu guru lalu
pergi meninggalkan Risa di ruang UKS, Risa lalu beristirahat sampai bell
istirahat berbunyi.
***
Bel pertanda
waktu pulang pun berbunyi, Risa bergegas menuju ke parkiran sekolah lalu
mengendarai motor matic miliknya. Risa mengarahkan laju motornya menuju rumah
sakit.Ya, Risa ingin mengecek keadaannya di rumah sakit karena ia ingin mengetahui
apa yang terjadi dengan kesehatannya.
“Dok, kenapa saya
sering pingsan ya? Sesekali saya mimisan, apa lagi kalau saya kelelahan.
Kira-kira saya sakit apa ya dok? Apa Cuma kelelahan saja?” tanya Risa pada
seorang dokter.
“Saya belum bisa
memastikan penyakit yang kamu derita, saya harus mengambil sample darah kamu
untuk diteliti di laboraturium untuk memastikan penyakit kamu.” Jawab sang
dokter.
“Baik dok,dokter
bisa ambil darah saya agar dapat diteliti.kapan saya dapat mengetahi hasilnya
dok?”
“Paling lama
minggu depan kamu sudah dapat mengetahui hasilnya. Untuk sementara waktu saya
beri obat ini, jika kamu merasa pusing dan kamu mimisan segarakamu minum obat
ini.”
“Baik dok, minggu
depan saya kembali datang. Terima kasih dok.”
“Sama-sama.”
Risa bergegas
pulang ke rumah agar mamanya tidak curiga kemana iya pergi. Sesampainya di
rumah, Risa langsung masuk ke kamar dan mengganti seragam sekolahnya.
‘Kok sepi yah?’
gumamnya dalam hati.
“Bi...” ucapnya
memanggil seorang pembantu.
“Iya non, ada apa
non?”. Datanglah seorang wanita paruh baya dengan sedikit berlari menuju
majikan mudanya.
“Mama kemana ya
bi? Kok rumah sepi banget.”
“Tadi nyonya
bilang nyonya pulang malam non, ada urusan katanya.”
“Oooh.. ya sudah,
makasih ya bi..”
“Iya non, bibi
tinggal ke dapur ya non.”
“Iya bi..”
“Untung mama
belum pulang, jadi aku tidak ditanyai mama karena pulang telat”. Gumamnya dalam
hati.
Risa lalu
berjalan menuju kamarnya, tiba-tiba ia merasa kepalanya pusing dan ia berjalan
dengan sempoyongan. Dari hidungnya juga mengeluarkan darah, Risa mimisan.
Segera ia ambil obat yang tadi diberikan oleh dokter lalu meminumnya. Risa pun
tergeletak lemas di kasurnya, ia mencoba untuk tidurdan berharap ketika ia
bangun keadaannya membaik.
***
Seminggu
kemudian, tepat dimana hasil cek kesehatannya dapat diketahui, Risa kembali ke
rumah sakit. Dokter lalu memberitahukan
hasil cek kesehatan Risa.
“Ini hasil
laboraturiumnya.” Ucap dokter sambil memberikan selembar kertas hasil cek
kesehatan milik Risa.
Dengan penuh
hati-hati Risa membuka dan membaca isi kertas tersebut sambil berharap hasil
tes tersebut menunjukkan tidak ada masalah dengan kesehatannya. Namun, harapan
tersebut musnah. Risa sangat terkejut dan tak percaya dengan hasil tes
kesehatannya.
“Apa? Tidak
mungkin. Ini pasti ada kesalahan. Ini pasti bukan hasil tes milik saya dokter.
Saya yakin, ini pasti ada kesalahan.” Risa kaget dengan hasil tes kesehatannya.
“Mohon maaf Risa,
tidak ada yang salah dengan hasil tes itu. Itu memang hasil tes kesehatan
kamu.”
“Tapi dok, saya
tidak mungkin mengidap leukimia. Saya hanya kelelahan dok, saya tidak mungkin
mengidap penyakit ini.” Risa masih tidak percaya dengan hasil tes kesehatannya,
Risa tidak percaya dengan penyakit yang dideritanya.
“Penyakit
leukimia kamu telah mencapai stadium 3 menjelang stadium akhir. Kamu harus
terapi agar kanker kamu tidak semakin menyebar.”
“Berapa lama lagi
saya bisa bertahan dok?” tanya Risa sambil terisak-isak.
“Menurut kacamata
kedokteran, umur kamu tidak lebih dari 6 bulan. Tetapi jika kamu rutin
melakukan terapi kemungkinan kamu bisa bertahan lebih dari 6 bulan. Tapi itu
hanya prediksi dari pandangan medis. Hidup kamu ditentukan oleh Tuhan, jadi
kamu memohon kepadanya agar kamu mendapatkan kesembuhan. Tidak ada yang
mustahil bagi Tuhan.”
“Terima kasih
dokter.”
Risa lalu pergi
dari ruangan dokter dan meniggalkan rumah sakit tersebut dengan menangis. Risa
masih belum bisa menerima kenyataan tentang penyakitnya. Iya pergi ke sebuah
taman, ia menangis sejadi-jadinya. Iya berteriak sekencang-kencangnya.
“Aaaaaaaahhhhhhh...
ga mungkin!! Aku ga mungkin menderita penyakit ini!!” teriaknya sambil menangis.
“Mama.... Risa ga mau meninggal... Risa g mau ninggalin
mama sendirian.. Risa ga mau ma...
Risa sayang mama..” ungkapnya sambil menangis.
“Mama ga boleh tau soal penyakit aku, aku ga mau mama khawatir. Aku ga mau mama sedih karena aku. Aku harus
simpan soal penyakit aku sendiri.”
***
Teeeeeeeet...
Bel bunyi tanda masuk berbunyi.
Semua siswa langsung masuk
kelas untuk memulai pelajaran. Risa yang tengah berjalan di koridor sekolah
dengan sempoyongan hampir terjatuh, dengan sigap Nisa memegang kedua pundak
Risa.
“Risa, kamu gak
kenapa-napa? Sepertinya kamu sakit. Wajahmu pucat.” Tanya Nisa
“Tidak Nis, aku gak kanapa-kenapa.” Jawab Risa
“Ris, kamu
mimisan. Kamu sakit kan? Ayo aku antar ke ruang UKS.”
“Gak usah Nisa,
aku gak apa-apa. Aku Cuma kecapean. Kita ke kelas aja yah.”
“Yakin kamu gak
sakit?”
“Iya Nisa, aku
yakin aku gak sakit.”
“Ya udah ayo kita
ke kelas.”
Risa dan Nisa
lalu berjalan menuju kelas , sambil Nisa membopong Risa yang sangat lemah.
............
Terdengar suara ponsel Risa berbunyi.
“helloo...” ucap
Risa
“Apa benar ini
Nona Risa?” ucap seseorang dari seberang telepon
“Iya benar, ini
siapa? Ada perlu apa?”
“Saya suster dari
rumah sakit ******, saya ingin memberitahukan kepada mba Risa kalau hari ini mba
ada jadwal kemoterapi.”
“Ooh.. hari ini ya
sus, tapi saya masih sekolah. Bagaimana kalau nanti siang saya kemonya sus?”
“Ya sudah mba,
nanti siang mba harus datang untuk kemoterapi.”
“Baik sus, nanti
saya pasti datang. Terima kasih ya sus.”
***
Hari ini, untuk pertama kalinya aku dikemoterapi.
Rasanya sakiiiit banget. Aku gak tahan dengan rasa sakitnya, rasanya aku ingin
mengakhiri semuanya. Tapi aku belum siap meninggalkan dunia, terutama
meninggalkan mama. Yang mama punya di dunia ini Cuma aku, kalau aku pergi,
siapa yang akan menjaga mama?
Tuhan.. aku mohon, berikan aku kesembuhan. Aku masih ingin
hidup, aku masih ingin terus bersama mama... :’( Sambil menangis Risa menulis di
buku hariannya. Air matanya membasahi lembaran demi lembaran buku harian itu.
***
Waktu terus
berlalu, semakin hari penyakit Risa semakin parah. Risa yang tidak ingin
mamanya mengetahui penyakitnya pun berbohong kepada mamanya kalau dia ingin
nge-kost agar lebih dekat dengan sekolah. Kebetulan jarak rumah mereka ke
sekolah Risa cukup jauh. Bisa membutuhkan waktu lebih dari 30 menit perjalanan.
Akhirnya sang mama mengizinkan, namun setiap pulang sekolah Risa harus datang
ke rumah mamanya dan kembali ke kost pada malam hari. Risa pun menyetujuinya,
yang iya fikirkan bagaimana caranya agar mamanya tidak mengetahui penyakitnya.
Selama ia tinggal
di kost, ia sering tidak masuk sekolah karena kesehatannya yang semakin memburuk walau pun ia rutin kemoterapi dan
meminum obat yang diberikan dokter. Namun, baginya semua itu tidak membantu
kesembuhannya. Risa pun mulai frustasi dengan keadaanya. Sampai akhirnya ia
memutuskan berhenti untuk kemoterapi dan minum obat.
***
Jum’at, 18 November 2009
Tiba-tiba Risa terjatuh saat berjalan
di koridor sekolah. Ia langsung dibawa ke ruang UKS dan dirawat oleh
teman-temannya.
“aku di mana?”
tiba-tiba terdengar suara lirih.
“Risa.. kamu
sudah sadar? Syukurlah.. kamu sakit apa? Aku antar ke rumah sakit ya..” ucap
Nisa saat Risa siuman.
“Gak Nis, aku gak
apa-apa kok. Oh iya, kamu bisa tinggalin aku sendirian? Aku lagi pengen
sendiri.”
“Kamu yakin gak apa-apa?” Risa hanya menggangguk.
“Ya sudah kalau gitu aku ke kelas ya, kalau ada apa-apa
bilang ke petugas UKS aja.” Ucap Nisa yang lalu berlalu pergi menuju kelas
meninggalkan Risa sendiri.
Risa lalu
mengambil tasnya dan mengeluarkan selembar kertas serta pena. Ia menulis
sesuatu yang iya tujukan untuk mamanya.
Setelah iya
selesai munulis, kertas tersebut lalu ia masukkan ke dalam tasnya, ia lalu
bangkit dan berjalan ke luar ruang UKS. Baru satu langkah ia keluar dari pintu
ruang UKS tersebut, ia kembali jatuh dan pingsan.
Ia segera
dilarikan ke rumah sakit oleh pihak sekolah. Sesampainya ia di rumah sakit, ia
langsung di rawat oleh dokter. Namun sayang, ia tidak dapat bertahan hidup.
Penyakit leukimianya telah menyebar ke seluruh tubuhnya hingga nyawanya tidak
dapat diselamatkan. Pihak rumah sakit segera menghubungi mama Risa dan
memberitahukan kepadanya bahwa putri kesayangannya telah tiada. Mama Risa pun
bergegas menuju rumah sakit sambil menangis dan tak percaya putri kesayangannya
pergi dengan tiba-tiba.
***
Beberapa hari
setelah kematian Risa, mamanya baru menemukan selembar kertas yang ditulis
anaknya dan ditujukan kepadanya.
“Apa ini?
Ternyata surat.” Gumamnya saat menemukan surat tersebut
Mama Risa pun segera membaca isi surat
tersebut.
Ma.. maaf ya selama ini Risa gak memberitahu mama soal
penyakit Risa. Risa gak mau mama sedih, Risa juga gak mau ngerepotin mama. Risa
sakit leukimia ma, dan dokter bilang umur Risa Cuma 6 bulan ma. Dan ini bulan
ke-6 ma, Risa ga yakin akan bertahan lebih lama. Risa juga udah cape ma
ngelawan penyakit ini, tapi Risa gak sembuh. Risa juga gak kuat ma nahan rasa
sakitnya, apa lagi saat kemoterapi, sakitnya benar-benar luar biasa ma.
Maafin Risa selama Risa hidup ya ma, Risa tau Risa
banyak salah sama mama. Risa belum bisa jadi anak yang berbakti buat mama, Risa
belum bisa membanggakan mama. Risa selalu menyusahkan mama, Risa juga sering
mambuat mama sedih, kecewa, bahkan sakit hati. Untuk semua itu, Risa minta maaf
ma. Mama mau kan maafin Risa?
Ma, terima kasih untuk kasih sayang, perhatian, dan
juga pengorbanan mama yang telah mama lakukan untuk Risa. Risa gak akan bisa
membalas semua itu. Mungkin ucapan terima kasih pun sangat tidak mencukupi
untuk membalas semua yang telah mam berikan untuk Risa.
Mama jaga diri mama baik-baik ya ma... sebenarnya Risa
gak mau ninggalin mama secepat ini. Tapi Tuhan berkehendak lain ma. Risa harus
bisa menerima kenyataan kalau Risa harus berpisah dengan mama secepat ini.
Risa sayaaaaang banget sama mama, sampai mati pun Risa
tetap sayang sama mama. Risa cinta mama, Risa sayang mama, meskipun Risa mati,
tapi cinta dan sayang Risa buat mama gak akan pernah mati.
Daaaah mama... sampai bertemu di surga..
Salam cinta,
Risa
Mama Risa pun terduduk dan menangis sambil membaca isi surat tersebut.
Dia tidak menyangka bahwa putrinya telah lama manderita penyakit ganas yang
menyiksa putrinya. Ia merasa bukan menjadi ibu yang baik bagi Risa, karena
disaat Risa merasakan sakit yang luar biasa ia sama sekali tidak mengetahui hal
tersebut dan ia tidak ada di samping Risa disaat-saat terakhir hidup Risa.
“Harusnya mama
yang minta maaf sayang, mama belum jadi ibu yang baik buat kamu, bahkan mama
sama sekali tidak tau dah tidak peka kalau kamu sakit. Maafin mama sayang, mama
menyesal.” Ucap mama Risa sambil menangis.
-The End-
0 komentar:
Posting Komentar