Karya : Silvia Wulandari
Tersebutlah
suatu ketika ada persahabatan seorang laki-laki dengan perempuan. mereka
sangat dekat sekali, kemana-mana selalu bersama. Pun begitu juga di setiap tempat
dan waktu mereka selalu bersama.
Persahabatan
ini mungkin terlalu dekat bagi mereka. Pada kenyataannya kedekatan mereka ini
membuat mereka berencana ingin membangun sebuah rumah bambu di atas pohon.
Rumah itu mereka bangun bersama-sama. Tak lupa pula mereka membuat lapangan basket
untuk hiburan di bawah rumah bambu tersebut. Ya, Aurihen adalah perempuan yang
hobi bermain basket.
Dengan berjalannya
persahabatahan yang terlalu lama ini membuat Aurihen mempunyai perasaan yang
berbeda kepada Farhan. Tetapi perasaan Aurihen tidak diketahui oleh Farhan, dan
Aurihen hanya memendam perasaan itu dalam hatinya saja. Rasa senang, susah di
dalam persahabatan, mereka selalu bersama mengatasi masalah itu. Di pagi hari, mereka
datang bersama ke rumah bambu tersebut.
“Farhan,
main basket yuk?”
“Enggak ah, lagi males”. Dengan wajah
yang lemas ia menunjukan betapa tidak semangatnya ia.
“Ihhh
kamu ini, males - malesan aja! Seraya
mendorong bahu Farhan.
“Masih pagi kamu udah males – malesan, huh! gini aja deh, hmm gimana kalau kita taruhan aja mainnya yuk, supaya kamu
bersemangat”.
“Taruhan?
Emang kamu bisa?” dengan nada mengejek sambil menjulurkan lidahnya.
“Ihh kamu
ini, sepele banget sama aku. Yaaa bisa dong, kecil”.
“Ayo,
siapa takut!”
Mereka pun bermain dengan asyiknya, tidak
lama kemudian hujan pun turun membasahi lapangan basket. Dan mereka langsung
naik seraya berteduh di rumah pohon buatan mereka.
“Ternyata
rumah pohon buatan kita keren juga ya”. Ujar Farhan seraya memandangi
sekeliling rumah bambu buatan mereka.
“Iya ya, aku baru menyadari saat hujan yang
turun ini”.
“.........”
mereka terdiam beberapa saat menikmati indahnya hujan yang turn membasahi
permukaan bumi.
“Ah aku punya ide!” Ujar Farhan setengah
berteriak membunyarkan lamunan Aurihen.
“Apaan?”
“Kita
buat nama kita di pohon ini yuk?”
“Wahhhh, ide
bagus tuh. Eh tunggu-tunggu, tapi
buat apa ya?
“Hemmm, kamu
ini”. Seraya menggelengkan kepalanya.
“Ya buat
kenang - kenangan dong, supaya kalau kita datang kesini lagi, kan langsung
kelihatan nama kita. Dan orang yang datang kesini pun tau, berarti pemilik
rumah pohon ini adalah kita”. Lanjut Farhan seraya menjelaskan kepada Aurihen.
“Hehe iya
juga ya. Tumben ide kamu hari ini cemerlang”. Sambil menatap Farhan dalam.
“Kan kamu
yang membuat aku bersemangat hari ini, jadi tercipta deh ide yang cemerlang”.
“Ih kamu
ini, banyak banget kain lap nya”.
Sambil tersipu malu.
“Apaaaaaa?!
Kain lap?”
“Iyaaa,
kain lap itu kan bahasa indonesianya, nah kalau bahasa jawanya itu gombal, haha” sambil tertawa senang
“Ihh
dasar kamu ini, suka banget ngejekin orang.
Huh!” Dengan tampang yang kesal.
“hehe becanda
Farhan, ayo dong tersenyum. Ujar
Aurihen sambil merayu Farhan.
“Iya iya,
udah enggak kesal lagi kok”.
***
Suatu
ketika Farhan pergi ke sebuah pasar tanpa di dampingi Aurihen, ia melihat sesosok
gadis cantik, dan ia menyukainya. Farhan melihat dengan sangat terkesan. Hingga
kemana pun perginya gadis itu, Farhan selalu mengikutinya. Hingga ia tidak
sadar gadis itu telah ada di hadapannya karena ia sungguh sangat terkesan.
Farhan pun langsung grogi alias tidak pede
di hadapan gadis itu.
“Ehm, na..
na..nama kamu siapa? Tertatih ia menguasai keadaan, akhirnya ia bisa mengirup
nafas lega juga.
“Yuna”. Jawab gadis itu singkat
“Yuna?
Ohh sungguh nama yang indah”.
“Iya, By the way, kamu kenapa ngikutin aku terus?
“Mmm mmm.
A..a ku kagum sama kamu”. Sambil menundukkan kepala karena malu ditanya oleh Yuna.
“Kagum
dengan aku? Kenapa?”
“Iya, dengan
kecantikan kamu. Eh maaf, aku keceplosan. Tapi aku jujur mengungkapkannya”.
“...........”
Hanya terdiam dan tersenyum
“Rumah
kamu dimana? Sambung Farhan
“Hmm.. Di
daerah sana, kenapa?”.
“Dimananya?
Wah kalau arah sana kita searah jalan pulang dong. Wah ternyata kita memang ditakdirkan bersama ya”
“Ihh apaan
sih kamu,” tanpa sadar wajah Yuna bersemu dengan merah.
“Indah banget” hanya kata kagum itulah yang
diucapkan Farhan dalam hatinya.
“Yaudah
kalau begitu, ikut dengan aku saja. Kebetulan aku juga mau pulang kok”.
“Oke, yuk silahkan Ladies
first” Seraya melambaikan tangannya ke depan mempersilahkan Yuna berjalan
bak seorang putri.
Tak beberapa lama kemudian
mereka pun sampai ke sebuah rumah bercat biru laut dengan tanaman hias yang
tumbuh di pekarangan yang cukup terhitung luas.
“Kamu
sendirian di rumah?
”Enggak, aku dengan papa. Kami hanya
tinggal berdua”. dengan guratan wajah yang tiba-tiba berubah sedih.
“Emangnya mama kamu kemana?”
“Mama aku
sudah tidak ada lagi”.
“Oh maaf
ya aku lancang banget bertanya
seperti itu. Aduuh aku ga tau, maaf
yaa”. Dengan wajah yang bersalah.
“Iya, ga apa-apa kok”.
Setelah
beberapa menit kemudian mereka mengobrol tentang satu sama lainnya, akhirnya
waktu menunjukkan pukul lima sore.
“Eh, Yuna, aku pamit dulu ya. Sudah
sore nih. Nanti aku sering berkunjung lagi kok ke sini. Ga masalah kan?”
“Oh ya sudah kamu hati-hati ya”. Seraya melambaikan
tangannya dan memberikan senyuman terindah indah yang ia miliki.
Sore itu Farhan pun pulang
dengan wajah dan ekspresi yang sangat gembira untuk menemui Aurihen,
***
“Aurihennnnnn...
Aku sangat senaaaaaaang hari ini”.
“Kamu
ini, datang - datang dengan berteriak seperti itu! Berisik tau”.
“Hehe
maaf deh, tapi memang aku lagi senang banget,
jadi aku seperti ini deh”.
“Senang
kenapa sih kamu?”
“Aku tadi
kenalan dengan gadis cantikkkkk sekali”. Sambil membayangkan wajah Yuna
“Oh, itu yang
membuat kamu senang?”. Dengan nada kesal bercampur amukan rasa cemburu, Aurihen
menjawab dengan ketus.
“Kamu kok
gitu sih tanggapannya?”.
“Tau ah”
Aurihen pun meninggalkan Farhan dengan berjuta tanya yang ada di benaknya.
Dengan
tidak dijawabnya pertanyaan Farhan, Aurihen pun pergi ke rumah bambu. Dia
menangis sendu setelah mendengar ucapan Farhan. Dengan demikian kedekatan Farhan
dan Aurihen pun merenggang karena kedatangan Yuna di antara mereka.
Farhan pun kian hari semakin dekat dengan Yuna.
Ternyata Yuna
adalah gadis yang mempunyai penyakit ginjal yang sangat kronis. Farhan pun
sebelumnya tidak mengetahui penyakit yang di derita Yuna.
Ketika saat itu juga Aurihen jatuh sakit, di saat aurihen sedang sakit Farhan pun tidak
mengetahuinya.
Pada saat kondisi kritis Aurihen,
kedatangan Farhan tidak kunjung tiba. Bahkan di saat kematian Aurihen pun Farhan tidak berada
di sisi Aurihen. Ketika Farhan ingin bertemu Aurihen, namun ia telah tiada. Farhan
hanya terdiam seribu bahasa dan menangis dengan keadaan yang seperti ini.
Tetapi, sebelum
Aurihen meninggal, ia menulis sepucuk surat untuk Farhan, yang diselipkan di
balik tirai rumah bambu yang mereka bangun bersama. Di saat Farhan merindukan
masa-masa dahulu mereka, ia melangkahkan kakinya menuju rumah bambu buatan
mereka. Tanpa disangka-sangka ia menemukan sepucuk surat yang ada di rumah
bambu mereka.
“Farhan,,
Kita memang telah bersahabat
sejak lama, dan ketika itu juga aku telah memiliki rasa yang berbeda ke kamu, tetapi kamu tiada mengetahui perasaaan aku kepada kamu itu
bagaimana dalamnya? Aku hanya memendam di dalam hati ini saja, tanpa kamu tahu.
Aku tahu, kamu
enggak pernah suka sama aku. Yang aku tahu, kamu sangat cinta dengan gadis itu,
Yuna. Tetapi aku tersadar, aku tidaklah cocok dan pantas dengan kamu, hanya Yuna lah yang cocok dengan kamu.
Maaf untuk semuanya
ya Farhan, aku meninggalkan kamu selama – lamanya. Dan kita tidak bisa bersama -
sama lagi, tetapi kamu tidak perlu khawatir, di saat kamu ingin bertemu dan membutuhkan
aku. Temui Yuna, karena separuh perasaanku ada pada ginjalku yang berada di tubuh Yuna”.
Jatuhlah
air mata Farhan. Dengan sebuah surat yang dibuat oleh Aurihen, Farhan pun merasa
sangat kehilangan Aurihen sebagai sahabat terbaiknya. Hanya penyesalan yang ada
setelah kepergian Aurihen. Sangat mulia hati Aurihen sehingga dia rela
kehilangan separuh ginjalnya hanya untuk Yuna dan ditukar dengan kematiannya
tersebut.













